Berbagai berita di media massa masih menyajikan berbagai unjuk rasa yang kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa. Para mahasiswa terus menyuarakan suara hati masyarakat tertindas yang tidak bisa dilihat oleh para wakil rakyat. Memang sejatinya para mahasiswa mempunyai idealisme yang sangat tinggi karena pada usia tersebut merupakan tahap pencarian jati diri, dan merupakan tahap yang paling rentan untuk dirasuki oleh paham-paham yang tidak benar. Sejak zaman revolusi hingga orde reformasi, para mahasiswa memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara sehingga putaran kenegaraan suatu pemerintahan dapat berjalan seimbang, karena dikontrol oleh para mahasiswa.
Apakah idealisme seorang mahasiswa akan terus tertanam di dalam dirinya? Itu merupakan suatu pertanyaan yang sangat menarik, karena setelah mereka meninggalkan dunia perkuliahan yang penuh dengan idealisme yang sangat tinggi, mereka harus bersiap untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Dunia yang dulu sangat mereka benci karena kepentingan individualisme yang sangat diutamakan mengalahkan suara hati rakyat banyak. Dunia yang penuh dengan profesi yang sering mereka hujat saat unjuk rasa memperjuangkan aspirasi rakyat banyak.
Kita ambil contoh profesi seorang akuntan yang notabene-nya merupakan lulusan dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Seorang akuntan mempunyai standar profesi yang disebut dengan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Standar profesi tersebut mengharuskan agar profesi akuntan menjalankan profesi searah dengan rule yang ditetapkan dalam standar profesi tersebut sehingga tidak keluar dari etika akuntan. Kode etik tersebut juga berisikan delapan prinsip yang kesemuanya mengatur kegiatan keseharian seorang akuntan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan standar idealisme dari seorang akuntan agar tidak terpengaruh dari segala tindakan penyelewengan profesi dan jabatan serta menghindarkan akuntan dari penjatuhan nama baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum.
Dari sisi edukasi di kampus dan standar profesi seorang akuntan sudah menanamkan sifat idealisme yang positif. Lalu bagaimana dengan lingkungan sekitar yang cenderung meniupkan suara-suara untuk berbuat curang. Bagaimana jika sebuah Kantor Akuntan Publik berskala kecil yang hanya mempunyai satu partner sedang dilanda masalah keuangan akibat dari besarnya beban operasional kesehariannya, ditawari untuk melakukan audit di suatu perusahaan bonafit dengan imbalan yang sangat tinggi tetapi harus mengeluarkan audit statement berupa unqualified opinion agar bisa memenangkan tender bernilai miliaran rupiah. Bagaimana jika seorang pejabat pajak diminta untuk melakukan manipulasi data pajak dengan imbalan miliaran rupiah sehingga jumlah pajak yang disetor ke kas negara menjadi berkurang.
Di dalam etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia sudah diatur berbagai aspek menyangkut kegiatan dari seorang akuntan. Aspek-aspek tersebut dirinci menjadi delapan prinsip, diantaranya (1) Tanggung jawab profesi, (2) Kepentingan Publik, (3) Integritas, (4) Obyektivitas, (5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, (6) Kerahasiaan, (7) Perilaku Profesional, dan (8) Standar Teknis. Hanya saja kini hanyalah suara hati yang paling dalam dari seorang akuntan untuk mau menjalankan kode etiknya berupa etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia secara benar. Dan keinginannya untuk menjalankan profesinya apakah sesuai dengan kode etiknya dengan imbalan yang seadanya namun tidak melanggar hukum, ataukah menjalankan profesinya dengan tidak mengindahkan segala ketentuan yang ada di dalam kode etiknya untuk mengejar keuntungan yang sangat besar tetapi beresiko penjara.
Memang idealisme seorang mahasiswa saat di bangku kuliah sangatlah tinggi, tetapi berapa lamakah kondisi tersebut akan berlangsung di dalam kehidupan keseharian? Itulah inti dari pertanyaan yang harus dijawab oleh kita.
0 komentar:
Posting Komentar