Your.Specials.Here

Your content here...
Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus. more...

SEKILAS MENGENAI SEKSI 130 – PRINSIP KOMPETENSI SERTA SIKAP KECERMATAN DAN KEHATI-HATIAN PROFESIONAL

Jumat, 21 Januari 2011

Mulai tanggal 1 Januari 2010, kode etik yang dimiliki oleh Ikatan Akuntan Indonesia telah mengalami perubahan. Kode etik yang baru tersebut disahkan bertepatan dengan Rapat Pleno Pengurus IAPI yang diselenggarakan pada tanggal 14 Oktober 2008.


Terdapat beberapa perbedaan antara kode etik yang sudah lama berlaku dengan kode etik yang baru disahkan. Salah satunya yaitu terdapat pada Prinsip Etika terutama pada Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional yang disandingkan dengan Prinsip Dasar Etika Profesi terutama pada Seksi 130 – Prinsip Kompetensi Serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional.


Di bawah ini disajikan isi dari Seksi 130 – Prinsip Kompetensi Serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional :


130.1 Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk:

(a) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan

(b) Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.


130.2 Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut:

(a) Pencapaian kompetensi profesional; dan

(b) Pemeliharaan kompetensi profesional.


130.3 Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional.


130.4 Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap Praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan penugasan.


130.5 Setiap Praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya dalam kapasitas profesional.


130.6 Bila dipandang perlu, Praktisi harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang diberikan kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk menghindari terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait dengan jasa profesional yang diberikan.


Berikut beberapa pandangan dari penulis mengenai isi dari kode etik di atas :


130.1 Di dalam seksi ini terdapat dua kata yang menjadi tajuk utama, yaitu “Memelihara” dan “Menggunakan”. Dua kata tersebut saling berantai bagi seorang praktisi (sebutan baru bagi seorang auditor) dalam menjalankan kegiatan profesionalnya. “Memelihara” berarti menyangkut diri sendiri seorang praktisi untuk tetap konsisten memegang sebuah profesi agar berjalan sesuai dengan kode etik yang diterapkan. Sedangkan “Menggunakan” merupakan tindak lanjut dan wujud nyata dari sebuah konsistensi profesi yang dimiliki oleh seorang praktisi agar dapat memberikan jasa yang profesional kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya.


130.2 Bila dalam seksi 130.1 dijelaskan saat seorang praktisi sudah memiliki kompetensi profesional, maka di dalam seksi 130.2 merupakan penjelasan dari tahap sebelum seorang praktisi memiliki kompetensi profesional. Agar bisa menghasilkan jasa profesional, bagi seorang praktisi diwajibkan untuk terlebih dahulu menempuh jenjang pendidikan yang telah ditetapkan. Setelah seorang praktisi dinyatakan telah melewati jenjang pendidikan yang ditetapkan, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah memelihara kompetensi profesional yang telah dimiliki untuk bisa diterapkan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan jasanya.


130.3 Dunia luar yang terus bergerak secara dinamis mewajibkan seorang praktisi untuk mengikuti perkembangan bisnis yang relevan bagi profesinya. Hal tersebut sangat penting mengingat jasa profesional yang dihasilkannya tergantung dengan prinsip akuntansi yang bisa saja berubah sesuai dengan hasil keputusan dari ikatan profesi seorang praktisi. Di dalam mendapatkan informasi terbaru mengenai akuntansi, seorang praktisi diperbolehkan menggunakan berbagai teknologi yang sedang berkembang dengan tetap mempertahankan profesionalitasnya.


130.4 Seksi 130.4 mengingatkan seorang praktisi agar dalam menjalankan surat tugasnya untuk tetap bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu. Hal itu sangatlah penting mengingat produk jasa yang dihasilkan akan dipakai oleh klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk berbagai hal yang menyangkut eksistensi suatu entitas, misalnya untuk prasyarat dalam proses Initial Public Offering atau saat suatu entitas bersangkutan dengan hukum.


130.5 Apabila dalam penugasannya seorang praktisi dibantu oleh asisten, maka harus dipastikan bahwa mereka telah mendapatkan pelatihan khusus menyangkut pekerjaan yang akan dihadapi sehingga antara praktisi dan asisten tersebut dapat berjalan sinkron tanpa menimbulkan sebuah misunderstanding atau salah pemahaman. Pelatihan tersebut diberikan kepada asisten sebelum mereka menjalankan asistensinya kepada praktisi.


130.6 Menyangkut keterbatasan yang dimiliki oleh seorang praktisi, maka ia harus mengungkapkannya kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya sehingga bisa dialihkan kepada praktisi yang lain. Hal ini penting mengingat sikap profesionalitas sangat dijunjung tinggi mengalahkan materialitas usaha dari sebuah KAP. Dan hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahtafsiran dari produk jasa yang dihasilkan oleh praktisi.


CONFLICT OF INTEREST PADA PROFESI AKUNTAN

Sabtu, 01 Januari 2011


Berbagai berita di media massa masih menyajikan berbagai unjuk rasa yang kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa. Para mahasiswa terus menyuarakan suara hati masyarakat tertindas yang tidak bisa dilihat oleh para wakil rakyat. Memang sejatinya para mahasiswa mempunyai idealisme yang sangat tinggi karena pada usia tersebut merupakan tahap pencarian jati diri, dan merupakan tahap yang paling rentan untuk dirasuki oleh paham-paham yang tidak benar. Sejak zaman revolusi hingga orde reformasi, para mahasiswa memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara sehingga putaran kenegaraan suatu pemerintahan dapat berjalan seimbang, karena dikontrol oleh para mahasiswa.

Apakah idealisme seorang mahasiswa akan terus tertanam di dalam dirinya? Itu merupakan suatu pertanyaan yang sangat menarik, karena setelah mereka meninggalkan dunia perkuliahan yang penuh dengan idealisme yang sangat tinggi, mereka harus bersiap untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Dunia yang dulu sangat mereka benci karena kepentingan individualisme yang sangat diutamakan mengalahkan suara hati rakyat banyak. Dunia yang penuh dengan profesi yang sering mereka hujat saat unjuk rasa memperjuangkan aspirasi rakyat banyak.

Kita ambil contoh profesi seorang akuntan yang notabene-nya merupakan lulusan dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Seorang akuntan mempunyai standar profesi yang disebut dengan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Standar profesi tersebut mengharuskan agar profesi akuntan menjalankan profesi searah dengan rule yang ditetapkan dalam standar profesi tersebut sehingga tidak keluar dari etika akuntan. Kode etik tersebut juga berisikan delapan prinsip yang kesemuanya mengatur kegiatan keseharian seorang akuntan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan standar idealisme dari seorang akuntan agar tidak terpengaruh dari segala tindakan penyelewengan profesi dan jabatan serta menghindarkan akuntan dari penjatuhan nama baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum.

Dari sisi edukasi di kampus dan standar profesi seorang akuntan sudah menanamkan sifat idealisme yang positif. Lalu bagaimana dengan lingkungan sekitar yang cenderung meniupkan suara-suara untuk berbuat curang. Bagaimana jika sebuah Kantor Akuntan Publik berskala kecil yang hanya mempunyai satu partner sedang dilanda masalah keuangan akibat dari besarnya beban operasional kesehariannya, ditawari untuk melakukan audit di suatu perusahaan bonafit dengan imbalan yang sangat tinggi tetapi harus mengeluarkan audit statement berupa unqualified opinion agar bisa memenangkan tender bernilai miliaran rupiah. Bagaimana jika seorang pejabat pajak diminta untuk melakukan manipulasi data pajak dengan imbalan miliaran rupiah sehingga jumlah pajak yang disetor ke kas negara menjadi berkurang.

Di dalam etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia sudah diatur berbagai aspek menyangkut kegiatan dari seorang akuntan. Aspek-aspek tersebut dirinci menjadi delapan prinsip, diantaranya (1) Tanggung jawab profesi, (2) Kepentingan Publik, (3) Integritas, (4) Obyektivitas, (5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, (6) Kerahasiaan, (7) Perilaku Profesional, dan (8) Standar Teknis. Hanya saja kini hanyalah suara hati yang paling dalam dari seorang akuntan untuk mau menjalankan kode etiknya berupa etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia secara benar. Dan keinginannya untuk menjalankan profesinya apakah sesuai dengan kode etiknya dengan imbalan yang seadanya namun tidak melanggar hukum, ataukah menjalankan profesinya dengan tidak mengindahkan segala ketentuan yang ada di dalam kode etiknya untuk mengejar keuntungan yang sangat besar tetapi beresiko penjara.

Memang idealisme seorang mahasiswa saat di bangku kuliah sangatlah tinggi, tetapi berapa lamakah kondisi tersebut akan berlangsung di dalam kehidupan keseharian? Itulah inti dari pertanyaan yang harus dijawab oleh kita.