BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasca 13 tahun krisis moneter akibat inflasi yang melanda hampir di berbagai negara di Asia
Berbagai perusahaan yang bergerak di sektor perbankan saat ini sudah mendapat predikat ”Bank Sehat” dari Bank
Adalah PT. Bank Permata, Tbk yang merupakan penggabungan dari PT. Bank Bali, Tbk; PT. Bank Universal, Tbk; PT. Bank Prima Express; PT. Bank Artamedia; dan PT. Bank Patriot yang menjadi saksi mata dari kondisi perekonomian tahun 1997. Bank tersebut merupakan salah satu bank yang dapat selamat dari resesi ekonomi yang melanda hampir di berbagai negara di Asia Tenggara.
Bukanlah tidak mungkin PT. Bank Permata, Tbk akan mengalami lagi kemunduran dalam usahanya yang diakibatkan oleh inflasi. Karena kemajuan dan kemunduran dari suatu bank ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor eksternal tersebut adalah pergerakan laju inflasi dan kebijakan Bank Indonesia selaku regulator perbankan pusat dalam mengeluarkan tingkat suku bunga BI Rate.
Untuk itu sangatlah menarik untuk diperhatikan apakah perkembangan PT. Bank Permata, Tbk dengan representasi perkembangan harga sahamnya dapat terpengaruh kembali oleh Inflasi. Dan apakah regulasi Bank Indonesia melalui produknya yaitu BI Rate bisa membantu kelancaran PT. Bank Permata, Tbk memperoleh sumber dana dari para debitur. Dan dengan alasan di atas maka penulis mengambil judul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi dan BI Rate Terhadap Harga Saham PT. Bank Permata Tbk “.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
- Bagaimana hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata Tbk. kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
- Bagaimana pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata Tbk. kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian untuk mencari hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate dengan harga saham PT. Bank Permata Tbk. dibatasi hanya dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan yaitu perubahan tingkat inflasi, pergeseran suku bunga BI Rate, dan pergerakan harga saham PT. Bank Permata Tbk. antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata Tbk. kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
- Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata Tbk. kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
- Manfaat Akademis
Untuk memberikan masukan berupa informasi pada kalangan akademis sebagai dasar penelitian selanjutnya serta memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai analisis harga saham perusahaan.
- Manfaat Bagi Penulis
Untuk menerapkan teori-teori yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan ke dalam praktek sehari-hari sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini.
- Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dan mempunyai kepentingan dalam kegiatan perusahaan.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini yaitu PT. Bank Permata Tbk. yang merupakan perusahaan yang bergerak di sektor perbankan dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan inisial ”BNLI” serta mempunyai kantor pusat yang berada di Permata Bank Tower I Jl. Sudirman Kav. 27 Jakarta No. Telp. 021-5237899, 5237999.
1.6.2. Data/ Variabel
Data yang diperoleh yaitu tingkat inflasi, suku bunga BI Rate dan harga saham. Data perubahan tingkat inflasi diambil dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS), perubahan suku bunga BI Rate dari situs resmi Bank Indonesia (BI) dan untuk data harga saham diambil dari situs www.idx.co.id. Semua data berada pada periode Januari 2007 – Desember 2009.
Data yang diperoleh dikalkulasi dengan rumus Analisis Regresi Linier Berganda dan dianalisis sehingga terdapat tiga variabel yang bisa dianalisis lebih lanjut, yaitu harga saham PT. Bank Permata Tbk yang berfungsi sebagai variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan BI Rate yang berfungsi sebagai variabel bebas (independent variable).
1.6.3. Metode Pengumpulan Data/ Variabel
Dalam penulisan ilmiah ini, cara yang dipakai untuk memperoleh data dan kesimpulan serta memenuhi permasalahan yang akan dibahas yaitu melakukan riset kepustakaan dengan beberapa literatur yang berkaitan dengan penulisan dan memakai data sekunder yang didapat dari beberapa situs yang ada di jaringan internet.
1.6.4. Hipotesis
1. Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
Ha : Ada hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
2. Ho : Tidak ada pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
Ha : Ada pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
1.6.4. Alat Analisis yang Digunakan
A. Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tak bebas. Juga untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tak bebas. Analisis ini menggunakan aplikasi SPSS versi 17.0.
B. Persamaan umum regresi linier berganda
Y = a + b1X1 + b2X2
Keterangan :
Y = Variabel terikat (harga saham)
X1,2 = Variabel bebas (X1 = tingkat inflasi, X2 = BI Rate)
a = Nilai konstanta
b1,2 = Nilai kemiringan
C. Korelasi linier berganda
r = √r2
Keterangan :
r = korelasi linier berganda
r2 = koefisien determinasi
D. Koefisien determinasi
r2 = n(a .ΣY+b1 .ΣYX1+b2.ΣYX2) – (ΣY)2
n.ΣY2 – (ΣY)2
Kd = r2 x 100%
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Pengertian Inflasi
Ada beberapa pengertian mengenai Inflasi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu antara lain :
A. Menurut Dr. Boediono dalam bukunya Seri
Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro ( 1982 : 155 )
“Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.”
B. Menurut Tajul Khalwaty A.S. dalam bukunya Inflasi dan Solusinya ( 2000 : 5 )
“Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.”
13
Jadi, dari beberapa pendapat mengenai Inflasi, dapat disimpulkan bahwa Inflasi yaitu suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.
2.1.2. Teori Inflasi
Ada beberapa pandangan yang bisa memberikan penjelasan mengenai teori inflasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi.
A. Teori Kuantitas
Di dalam Teori Kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Teori Kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua, yakni teori Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation.
1. Demand Pull Inflation
Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif (bersifat agregatif) dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan kesempatan agregatif (aggregate demand) selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang biasa juga disebut sebagai Inflasi Murni (Pure Inflation). Namun jika pertambahan permintaan melebihi Gross National Product (GNP) pada kondisi kesempatan kerja penuh, ini akan mengakibatkan terjadinya Inflationary Gap dan selanjutnya terjadilah inflasi.
Gambar 2.1 membuktikan bahwa kenaikan kurva pengeluaran total dari C + I menjadi C1 + I1 mengakibatkan terjadinya pergeseran titik keseimbangan B berada di atas GNP Full Employment (YFE). Jarak antara titik A ke titik B (YFE ke Y1) adalah besarnya inflationary gap.
Gambar 2.1
INFLATIONARY GAP
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada awalnya demand pull inflation bermula dari harga P1 dan output Q1, kemudian terjadi kenaikan permintaan total dari AD1 menjadi AD2. Kenaikan permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi seluruhnya, sehingga terjadilah kenaikan harga dari P1 menjadi P2 dan output juga mengalami kenaikan dari Q1 menjadi QFE. Kenaikan tersebut berlangsung terus dari AD2 ke AD3 sehingga harga juga turut naik dari P2 ke P3, sedang total output tetap pada posisi QFE. Kenaikan harga tersebut terjadi karena ada inflationary gap, yang akan terus berlangsung selama permintaan total terus naik menjadi AD4.
Gambar 2.2
DEMAND PULL INFLATION
Pada Gambar 2.3 kenaikan tingkat harga akan terjadi jika kurva permintaan agregat bergeser ke kanan sedang kurva penawaran tetap, atau jika kurva penawaran agregat bergeser ke kiri sedangkan kurva permintaan tetap pada posisinya. Inflasi yang terjadi sebagai akibat bergesernya kurva permintaan agregat disebut Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation). Sedangkan inflasi yang terjadi akibat pergeseran kurva penawaran agregat disebut Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation). Demand Pull Inflation tidak mengakibatkan pengurangan tenaga kerja di bawah kesempatan kerja penuh. Sebaliknya, Demand Pull Inflation dapat mengakibatkan terjadinya Cost Push Inflation.
Gambar 2.3
KESEIMBANGAN UMUM
2. Cost Push Inflation
Pada kondisi Cost Push Inflation, tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi.
Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasanya dikoordinir oleh organisasi serikat buruh atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b. Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan kepada pengusaha (produsen) untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih tinggi.
c. Kenaikan bahan baku industri, seperti terjadi pada tahun 1972-1973. Saat itu negara-negara Arab produsen minyak melakukan embargo terhadap negara-negara industri yang mendukung Israel mencaplok wilayah-wilayah Arab. Produksi minyak di pasaran terus berkurang dan terjadilah kenaikan harga minyak yang melumpuhkan banyak industri yang membuat dunia mengalami resesi ekonomi cukup parah. Sektor produksi mengalami stagflasi. Pengangguran terjadi di mancanegara disertai dengan berbagai kerusuhan.
Gambar 2.4
COST PUSH INFLATION
Gambar 2.4 menunjukkan proses kenaikan biaya produksi dan harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus-menerus, akibatnya terjadilah
Cost Push Inflation. Kenaikan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. Dampaknya, harga produksi juga mengalami kenaikan dari P1 menjadi P2 dan produksi total turun dari QFE menjadi Q2. Kenaikan harga yang terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva AS2 menjadi AS3, sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3 dan produksi akan turun dari Q1 menjadi Q2. Kondisi demikian disebut dengan Cost Push Inflation.
d. Pemerintah terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dalam jumlah yang besar yang seharusnya dapat diserahkan kepada pihak swasta.
e. Adanya efek psikologis di kalangan masyarakat, seperti isu devaluasi yang menyebabkan permintaan masyarakat terhadap produk barang melonjak drastis.
f. Berbagai golongan dan pelaku ekonomi berusaha memperoleh tambahan pendapatan yang lebih besar dengan cara menaikkan tingkat produktivitas mereka.
g. Adanya kebijakan pemerintah, baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi (meta ekonomi) yang dapat memicu kenaikan harga-harga, seperti kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan tarif dasar listrik.
h. Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan harga, seperti musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya pertanian.
i. Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka atau pasar bebas.
B. Struktur Ekonomi
Dengan menggunakan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, melalui pendekatan struktur ekonomi (structural approach), inflasi akan dapat ditanggulangi dengan melakukan pembenahan (penataan) pada semua sektor ekonomi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah misalnya deregulasi sektor riil, yang merupakan penyebab inflasi terbesar jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya, debirokratisasi guna menghindarkan ekonomi biaya tinggi agar produksi mampu meraih keunggulan bersaing (kompetitif) dengan produk-produk impor sejenis, transparansi dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah terutama yang berdampak inflatoar, pemberantasan korupsi dan kolusi serta meningkatkan efisiensi anggaran belanja negara. Pemerintah harus melakukan kebijakan makro ekonomi secara konsisten terutama dengan membangun berbagai infrastruktur dengan mengoptimalkan keikutsertaan kalangan swasta, khususnya di kawasan Indonesia bagian Timur guna pemerataan pembangunan. Transaksi berjalan diusahakan semakin membaik agar defisit neraca pembayaran terus dapat ditekan hingga menghasilkan surplus, demikian pula, cadangan devisa harus meningkat. Ekspor non-migas terus ditingkatkan diiringi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
C. Moneter
Di dalam ilmu ekonomi moneter, terjadinya inflasi atau menurunnya nilai mata uang disiasati dengan pendekatan moneter (monetary approach). Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut. Pendapat tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa peningkatan harga-harga barang di pasar terjadi karena kelebihan permintaan dibandingkan dengan penawaran terhadap barang tersebut (excess demand for goods) yang merupakan indikasi adanya kelebihan jumlah uang yang beredar di masyarakat atau adanya kelebihan penawaran uang dibandingkan dengan permintaan terhadap uang (excess supply for money). Jika masyarakat menilai bahwa jumlah uang yang beredar terlalu banyak apabila dibandingkan dengan kesediaan mereka untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut, maka setiap kali mereka menerima uang mereka akan segera membelanjakannya. Jadi terdapat ekses permintaan dalam sektor barang dan jasa (pada sektor riil). Akibatnya, terjadilah ekses penawaran atau ekses jumlah uang yang beredar. Sektor moneter dinilai sebagai bayangan cermin (mirror image) dari sektor riil. Harga barang-barang dan jasa yang meningkat karena adanya ekses permintaan dinilai sama dengan harga (nilai) uang yang menurun akibat adanya ekses penawaran.
D. Akuntansi
Melalui pendekatan akuntansi (accounting approach to inflation), diketahui bahwa terjadinya inflasi bersumber pada perkembangan harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK). Perkembangan IHK digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat inflasi. Dengan demikian akan diketahui besarnya sumbangan (kontribusi) dari masing-masing kelompok seperti pangan, sandang dan perumahan terhadap keseluruhan indeks. Kontribusi dari masing-masing kelompok barang dan jasa tersebut merupakan sumber terjadinya inflasi. Jika suatu kelompok barang menyumbang lebih besar terhadap peningkatan indeks seperti yang sering terjadi pada kelompok pangan pada saat menjelang hari raya atau pada musim kemarau, maka kelompok pangan merupakan sumber utama terjadinya inflasi.
Untuk menanggulangi atau mengendalikan laju inflasi, harga-harga kelompok pangan harus dikendalikan antara lain dengan menjaga stabilitas persediaan di pasar, menjaga kelancaran distribusi atau melakukan operasi pasar agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi hingga harganya menjadi stabil kembali dan mekanisme pasar berlangsung normal.
2.1.3. Intensitas Inflasi
Apabila ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
A. Creeping Inflation
Creeping inflation atau mild inflation atau inflasi merayap adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat (merayap). Creeping inflation yang juga biasa disebut dengan istilah inflasi sedang (mild inflation) terjadi karena kenaikan harga-harga berlangsung secara perlahan-lahan.
Creeping inflation umumnya dialami oleh negara-negara yang sedang membangun atau negara-negara yang sedang berkembang, karena terjadinya melekat dengan pembangunan itu sendiri dan dinilai dapat mendorong pembangunan.
B. Hyper Inflation
Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga secara umum yang berlangsung sangat cepat. Hyper inflation sangat berbahaya karena dapat merusak struktur perekonomian negara sebagaimana pernah dialami Indonesia pada masa Orde Lama, awal Orde Baru, dan era Reformasi tahun 1997.
2.1.4. Bobot Inflasi
Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
A. Inflasi Ringan
Inflasi ringan disebut juga creeping inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10 % per tahun.
B. Inflasi Sedang
Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di antara 10-30 % per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancamstruktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
C. Inflasi Berat
Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada di antara 30-100 % per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.
D. Inflasi Sangat Berat/ Hiperinflasi
Inflasi sangat berat yang juga disebut Hyper Inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 % per tahun, sebagaimana yang terjadi di masa Perang Dunia II (1939-1945). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.
2.1.5. Cara Menghitung Inflasi
Dalam menghitung tingkat inflasi, diperlukan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berguna untuk mengukur tingkat persentase kenaikan harga dari suatu periode ke periode yang lain. IHK ialah suatu indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/ rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Mulai Juni 2008, IHK disajikan dengan menggunakan tahun dasar 2007=100 dan mencakup 66 kota yang terdiri dari 33 ibukota propinsi dan 33 kota-kota besar di seluruh Indonesia. IHK sebelumnya menggunakan tahun dasar 2002=100 dan hanya mencakup 45
Dalam menyusun IHK, data harga konsumenatau retail diperoleh dari 66
1. Bahan makanan;
2. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau;
3. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar;
4. Sandang;
5. Kesehatan;
6. Pendidikan, rekreasi dan olah raga; dan
7. Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Setiap kelompok terdiri dari beberapa sub kelompok, dan dalam setiap sub kelompok terdapat beberapa item. Lebih jauh, item-item tersebut memiliki beberapa mutu atau spesifikasi.
Rumus menghitung IHK :
IHn = Σ Pn x 100 %
Σ Po
Keterangan :
IHn = Indeks Harga tahun n (tahun yang dihitung)
Σ Pn = Jumlah harga-harga tahun n (tahun yang dihitung)
Σ Po = Jumlah harga-harga tahun dasar
2.1.6. Pengertian BI Rate
Pengertian BI Rate yaitu suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Sasaran yang dimaksud yaitu sasaran operasional kebijakan moneter yang dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dalam penelitian, suku bunga BI Rate yang digunakan adalah dalam periode bulanan. Oleh karena itu, data suku bunga BI Rate yang diperoleh dalam periode harian akan diubah menjadi periode bulanan dengan rumus sebagai berikut:
Rata-rata suku bunga BI Rate= Jumlah tingkat suku bunga harian selama 1 bulan
Jumlah periode waktu selama 1 bulan
2.1.7. Pengertian Saham
Ada beberapa pengertian mengenai Saham yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu antara lain :
A. Menurut Tajul Khalwaty A.S. dalam bukunya Inflasi dan Solusinya ( 2000 : 257 )
“Saham adalah suatu unit dasar hak milik investor pada suatu perusahaan dalam arti sebagai pemilik perusahaan.”
B. Menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti dalam bukunya Pengantar Pasar Modal ( 2006 : 58 )
“Saham merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan.”
2.1.8. Jenis-Jenis Saham
Saham dapat dibedakan berdasarkan:
A. Unsur Intrinsik
1. Saham Biasa
Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya (one share one vote). Pada likuidasi perseroan, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan setelah semua kewajiban dilunasi.
2. Saham Preferen
Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan/ atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, di samping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi/ komisaris. Saham preferen dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Saham preferen non-kumulatif, non-partisipasi
Bagian saham preferen yaitu dividen tertunggak tidak ada kecuali dividen tahun berjalan dan sisanya untuk bagian saham biasa.
b. Saham preferen kumulatif, non-partisipasi
Apabila ada dividen yang tertunggak dan dividen tahun berjalan menjadi bagian saham preferen dan sisa laba-rugi menjadi bagian saham biasa. Bila dividen untuk saham preferen telah dibayarkan pada tanggal tersebut, maka sisanya menjadi bagian saham biasa.
c. Saham preferen non-kumulatif, partisipasi
Bagian saham preferen hanya dividen tahun berjalan dan sisa laba dibagi menurut perbandingan modal saham biasa dan saham preferen. Bila perusahaan menderita kerugian, bagian saham preferen hanya dividen tahun berjalan dan sisanya untuk bagian saham biasa.
d. Saham preferen kumulatif, partisipasi
Bila perusahaan memperoleh laba, dividen saham preferen yang belum dibayar pada tahun sebelumnya (tertunggak) termasuk dividen tahun berjalan menjadi bagian saham preferen, sedangkan bagian saham biasa dihitung dari persentase saham preferen dikalikan jumlah modal saham biasa. Apabila ada sisa laba dibagikan kepada saham preferen dan saham biasa berdasarkan perbandingan modal saham preferen dan saham biasa. Apabila perusahaan menderita kerugian, maka bagian laba untuk saham preferen, yaitu dividen yang tertunggak termasuk dividen tahun berjalan. Untuk bagian saham biasa yaitu kerugian ditambah dividen tertunggak dan tahun berjalan.
B. Kepemilikan Saham
1. Saham Atas Unjuk
Saham atas unjuk mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mudah diperdagangkan.
b. Tidak perlu daftar pemegang saham.
c. Pemegang saham anonim (tidak diketahui nama pemilik saham), sehingga sukar untuk diawasi.
d. Bisa dipalsukan.
e. Kalau hilang sukar diganti.
f. Pembuatannya sukar karena syarat-syarat berat.
g. Sukar diawasi.
2. Saham Atas Nama
Saham atas nama mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Prosedurnya panjang jika diperdagangkan, karena memerlukan pernyataan pemindahan (PPH).
b. Harus ada yang mencatat nama-nama dari pemegang saham (Daftar Pemegang Saham).
c. Nama-nama pemegang saham diketahui, sehingga mudah diawasi.
d. Sukar dipalsukan.
e. Kalau hilang mudah diganti.
f. Pembuatannya relatif mudah.
g. Mudah diawasi.
C. Klasifikasi Kapitalisasi Pasar
1. Big-Cap (> Rp 5 triliun), disebut juga blue-chip/ saham papan atas/ saham lapis pertama.
2. Mid-Cap (Rp 1 triliun – Rp 5 triliun), disebut juga baby blue-chip/ baby blues/ saham lapis kedua.
3. Small-Cap (di bawah Rp 1 triliun), disebut juga saham lapis ketiga.
2.1.9. Keuntungan dan Resiko Saham
A. Keuntungan
Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham – atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara hargabeli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
B. Resiko Saham
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
2.2. Kajian Penelitian Sejenis
Penulisan mengenai penelitian pasar modal ini ternyata sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa mahasiswa. Kesamaan masalah yang diteliti ini setidaknya memberikan gambaran bahwa permasalahan ini memang menarik untuk diteliti meskipun variabel penghubung penelitiannya berbeda. Namun, pada setiap penelitian mengenai pasar modal yang menjadi literatur referensi terdapat beberapa perbedaan dari segi teknik pemaparan dan penulisan serta isi penelitian. Studi kepustakaan tentang penelitian yang sejenis ini mempermudah penyajian penelitian tentang pasar modal terutama dari segi layout penyajian penelitian.
Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan mengenai analisis pasar modal ini antara lain :
2.2.1. Penelitian oleh Andrew Buhangen, NPM 20204092
Penelitian lain yang juga meneliti pasar modal berjudul Studi Peristiwa Reaksi Pasar Modal Terhadap Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Tanggal 24 Mei 2008 Pada Perusahaan-Perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. Pada tujuan penelitian penulis memiliki kesamaan yaitu ingin mengetahui apakah ada hubungan beberapa variabel terhadap perubahan harga saham suatu perusahaan. Objek yang diteliti pada subbab objek penelitian pun memakai perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Perbedaan penelitian Andrew Buhangen denganpenulis di sini adalah penggunaan 10 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan penulis hanya memakai satu perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jika penulis memakai metode analisis regresi linier berganda pada subbab alat analisis yang digunakan, maka Andrew Buhangen memakai metode studi peristiwa (event study method) dengan alat ukur abnormal return.
2.2.2. Penelitian oleh Ersita Destaria Krismawati,NPM 20206321
Ersita Destaria Krismawati, mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma ini pun pernah melakukan penelitian yang sejenis. Penelitiannya diberi judul Pengaruh Earning Per Share dan Price Earning Ratio Terhadap Perubahan Harga Saham Pada Industri Farmasi Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Persamaan yang ada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ersita Destaria Krismawati yaitu penggunaan objek berupa perusahaan yang sudah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada subbab objek penelitian. Pada subbab analisis yang digunakan pun memakai model statistika deskriptif. Dan pada subbab tujuan penelitian memiliki tujuan ingin mengetahui apakah ada hubungan beberapa variabel terhadap perubahan harga saham suatu perusahaan.
Secara spesifik, Ersita Destaria Krismawati memakai beberapa perusahaan yang bergerak di bidang farmasi sebagai bahan penelitiannya sedangkan penulis hanya memakai satu perusahaan yang bergerak di bidang perbankan. Di dalam daftar pustaka, tidak ada referensi buku yang sama dengan yang dipakai oleh penulis.
2.2.3. Penelitian oleh Dahniar Natalia Gabut,NPM 10206200
Penelitian yang sejenis pun pernah dilakukan oleh Dahniar Natalia Gabut, mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma. Judul penelitiannya adalah Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham PT. Aneka Tambang Tbk. Penelitian yang dilakukan tahun 2009 ini, memiliki persamaan pada subbab alat analisis yang digunakan, yaitu memakai analisis regresi linier berganda, korelasi linier berganda dan koefisien determinasi. Pada objek penelitian pun memiliki persamaan, yaitu memakai perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Namun yang membedakan penulisan Dahniar Natalia Gabut ini dengan penelitian dilakukan oleh penulis saat ini yaitu variabel yang menjadi tujuan penelitian adalah tingkat inflasi dan suku bunga terhadap harga saham, sedangkan penulis memakai variabel tingkat inflasi dan BI Rate terhadap harga saham. Dalam daftar pustaka pun tidak ada referensi buku yang sama dengan yang dipakai oleh penulis.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Perusahaan yang menjadi objek penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, yaitu PT. Bank Permata, Tbk. Bank tersebut merupakan salah satu bank nasional di Indonesia. PT. Bank Permata Tbk. yang merupakan perusahaan yangbergerak di sektor perbankan dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan inisial ”BNLI” mempunyai kantor pusat yang berada di Permata Bank Tower I Jl. Sudirman Kav. 27 Jakarta No. Telp. 021-5237899, 5237999.
Pengambilan PT. Bank Permata, Tbk sebagai objek penelitian tidaklah tanpa alasan yang jelas. Bank tersebut diambil sebagai objek penelitian karena mempunyai karakteristik yang unik, baik dalam kondisi sekarang maupun saat pendiriannya. PT. Bank Permata, Tbk merupakan hasil dari penggabungan lima bank yang pada saat resesi ekonomi tahun 1997 mengalami dampak yang cukup signifikan menimpa sektor permodalan bank tersebut. Kelima bank tersebut yaitu PT. Bank Bali, Tbk; PT. Bank Universal, Tbk; PT. Bank Prima Express; PT. Bank Artamedia; dan PT. Bank Patriot.
Pada saat itu, kebijakan dari kelima bank tersebut untuk melakukan penggabungan cukup menarik perhatian. Saat berbagai bank yang terkena resesi ekonomi mulai berguguran, semisal Bank Tamara, kelima bank tersebut bersepakat untuk menyatukan visi mereka membentuk sebuah bank yang sehat di bawah pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Saat ini, komposisi kepemilikan PT. Bank Permata, Tbk mempunyai keunikan tersendiri. Sebuah perusahaan raksasa otomotif bernama PT. Astra International, Tbk mempunyai kepemilikan saham pada PT. Bank Permata, Tbk sebesar 44,505 %. Dari sini diketahui bahwa PT. Astra International, Tbk mulai melakukan ekspansi ke bidang perbankan setelah merajai sektor otomotif. Standar Chartered Bank London Shareholding pun tidak mau ketinggalan partisipasi, karena bank berbasis internasional tersebut mempunyai kepemilikan sebesar 44,505 % pada PT. Bank Permata, Tbk. Sedangkan sisa kepemilikan yang lain yaitu publik sebesar 10,73 % dan PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero) sebesar 0,26 %.
3.2. Data/ Variabel Yang Digunakan
Data dari objek penelitian tersebut merupakan metode penelitian dasar atau murni; deskriptif; dan riset korelasi. Penelitian yang akan ditulis nanti termasuk ke dalam jenis metode penelitian dasar atau murni karena penelitian terutama dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah tertentu yang kerap terjadi dalam konteks organisasi dan mencari metode untuk memecahkannya. Harga saham PT. Bank Permata, Tbk dalam pergerakannya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam jenis eksternal yaitu perubahan tingkat inflasi yang berasal dari kondisi makro ekonomi Indonesia dan perubahan suku bunga BI Rate yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan regulator pusat yang dalam hal ini yaitu Bank Indonesia.
Kriteria studi deskriptif yang disandang pada penelitian ini berarti penulisan ini bertujuan agar peneliti mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan
karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Apakah saham PT. Bank Permata, Tbk dapat bergerak searah (bersifat positif) dengan pergerakan tingkat inflasi dan perubahan BI Rate ataukah bergerak berlawanan arah (bersifat negatif).
Data yang diperoleh dikalkulasi dengan rumus Analisis Regresi Linier Berganda dengan maksud untuk menguji apakah ada pengaruh antara tingkat inflasi dan BI Rate dengan harga saham PT. Bank Permata, Tbk. Telah disebutkan di atas bahwa pergerakan harga saham suatu perusahaan perbankan, khususnya dalam penelitian ini yaitu PT. Bank Permata, Tbk, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dan beberapa faktor eksternal tersebut yaitu tingkat inflasi dan BI Rate. Oleh karena itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa terdapat tiga variabel yang bisa dianalisis lebih lanjut, yaitu harga saham PT. Bank Permata Tbk yang berfungsi sebagai variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan BI Rate yang berfungsi sebagai variabel bebas (independent variable).
Gambar 3.1
DIAGRAM HUBUNGAN VARIABEL BEBAS DAN VARIABEL TERIKAT
Dari diagram di atas diketahui bahwaharga saham ditentukan oleh tingkat inflasi dan penentuan suku bunga BI Rate. Apabila inflasi tinggi, maka harga saham perusahaan perbankan akan menurun, dan begitu pula sebaliknya. Apabila suku bunga BI Rate turun, maka suku bunga bank menjadi turun dan dana yang diserap bank sedikit sehingga akan mempengaruhi minat investor untuk membeli saham tersebut sehingga harga saham bank menjadi turun. Dan ternyata tingkat inflasi mempengaruhi suku bunga BI Rate, yaitu apabila tingkat inflasi diperirakan turun maka Bank Indonesia akan menurunkan tingkat BI Rate.
3.3. Metode Pengumpulan Data/ Variabel
Dalam penulisan ilmiah ini, cara yang dipakai untuk memperoleh data dan kesimpulan serta memenuhi permasalahan yang akan dibahas yaitu melakukan riset kepustakaan dengan beberapa literatur/ buku yang berkaitan dengan penulisan seperti pengertian inflasi dan hal-hal yang berkaitan dengan inflasi, pengertian saham dan hal-hal yang berkaitan dengan saham, penjelasan mengenai regresi dan analisisnya, cara penyusunan penulisan ilmiah hingga panduan untuk menjalankan SPSS sebagai software pendukung penulisan.
Data sekunder yang didapat dari beberapa situs yang ada di jaringan internet. Data perubahan tingkat inflasi diambil dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyajikan data inflasi secara merata di seluruh wilayah di Indonesia. Untuk perubahan suku bunga BI Rate, penulis mengambil data dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yang mempunyai wewenang untuk menetapkan suku bunga BI Rate dengan maksud agar bank-bank nasional menetapkan suku bunga kredit secara merata dan adil. Dan untuk data harga saham diambil dari situs www.idx.co.id yang menyajikan data harga saham semua perusahaan yang mempunyai listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Semua data berada pada periode Januari 2007 – Desember 2009.
3.4. Hipotesis
Setelah mengidentifikasi variabel penting dalam suatu situasi dan menetapkan hubungan antarvariabel, lalu langkah selanjutnya yaitu untuk menguji apakah hubungan yang diidentifikasi benar-benar terbukti kebenarannya. Untuk itu disusunlah hipotesis untuk menguji pernyataan tersebut.
1. Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
Ha : Ada hubungan antara tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
2. Ho : Tidak ada pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
Ha : Ada pengaruh tingkat inflasi dan BI Rate terhadap perubahan harga saham PT. Bank Permata, Tbk kurun waktu antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2009.
3.5. Alat Analisis yang Digunakan
3.5.1. Regresi Linier Berganda
Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dan variabel(-variabel) yang lain. Variabel "penyebab" disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel eksplanatorik, variabel independen, atau secara bebas, variabel X (karena seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis, atau sumbu X). Variabel terkena akibat dikenal sebagai variabel yang dipengaruhi, variabel dependen, variabel terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak (random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak.
Istilah regresi diperkenalkan oleh Sir Francis Galton, yang menemukan bahwa meskipun ada kecenderungan bagi orang tua yang tinggi mempunyai anak yang tinggi dan orang tua yang pendek mempunyai anak yang pendek, distribusi tinggi populasi tidak berubah secara mencolok dari generasi ke generasi. Penjelasannya adalah bahwa kecenderungan bagi rata-rata tinggi anak dengan orang tua yang mempunyai tinggi tertentu untuk bergerak atau mundur (regress) ke arah tinggi rata-rata seluruh populasi. Hukum regresi semesta (law of universal regression), yang bersifat biologis ini diperkuat oleh Karl Pearson. Ia menemukan bahwa rata-rata tinggi anak laki-laki kelompok ayah yang tinggi kurang daripada tinggi ayah mereka dan rata-rata tinggi anak laki-laki kelompok ayah yang pendek lebih tinggi dari pada tinggi ayah mereka.
Penyelesaian kasus dari penulisan ini memakai alat statistik berupa analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tak bebas. Juga untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tak bebas. Penulisan ini pun menggunakan aplikasi SPSS versi 17.0 dalam menganalisis hasil dari perhitungan berbagai variabel yang menjadi objek penelitian.
3.5.2. Persamaan umum regresi linier berganda
Y = a + b1X1 + b2X2
a = ΣY – b1ΣX1 – b2ΣX2
n
b1 = AB – CD
F
b2 = DE – AC
F
A = n ΣX1Y – ΣX1ΣY
B = n Σ(X2)2 – (ΣX2)2
C = n ΣX1X2 – ΣX1 ΣX2
D = n ΣX2Y – ΣX2ΣY
E = n ΣX1)2 – (ΣX1)2
F = EB – C2
Keterangan :
Y = Variabel terikat (harga saham)
X1,2 = Variabel bebas (X1 = tingkat inflasi, X2 = BI Rate)
a = Nilai konstanta
b = Koefisien regresi
3.5.3. Korelasi linier berganda
Korelasi adalah salah satu teknik statistika yang digunakan untuk menganalisis dua kejadian dengan menggunakan dua variabel, yaitu antara variabel independen dan variabel dependen. Jadi, korelasi menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien korelasi linier bergantung untuk tiga variabel.
r = √r2
Keterangan :
r = korelasi linier berganda
r2 = koefisien determinasi
Tabel 3.1
KRITERIA KEKERABATAN
Kriteria Kekerabatan | |
0,00 <= r <= 0,20 | Hubungan sangat kecil, tidak dapat diandalkan |
0,20 <= r <= 0,40 | Hubungan tidak erat |
0,40 <= r <= 0,70 | Hubungan moderat/ sedang |
0,70 <= r <= 0,90 | Hubungan erat |
0,90 <= r <= 1,00 | Hubungan sangat erat |
3.5.4. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi, yang biasanya dinyatakan dengan r2, adalah angka yang menunjukan proporsi variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel independen. r2 merupakan besaran non negatif dan besarnya koefisien determinasi adalah antara angka nol sampai dengan angka satu (0 < r2 < 1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebaliknya, nilai koefisien determinasi bernilai satu berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan model.
r2 = n(a .ΣY+b1 .ΣYX1+b2.ΣYX2) – (ΣY)2
n.ΣY2 – (ΣY)2
Kd = r2 x 100%
2 komentar:
Tolong mintak referensinya
Tolong mintak referensinya
Posting Komentar