Pada era revolusi, bangsa Indonesia terkenal memiliki pada diplomat ulung yang sangat piawai dalam berdialog dengan bangsa luar. Mereka melakukan hal tersebut karena didorong oleh semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Eropa dan bangsa Jepang. Semangat juang pun dimiliki oleh para rakyat yang rela untuk mengorbankan harta dan jiwanya demi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Seiring dengan berlalunya waktu, semangat tersebut telah hilang dan berganti dengan semangat yang baru. Semangat untuk memperkaya diri demi hedonitas semata para oknum sepihak yang rela mengorbankan sejarah tinta emas yang telah ditorehkan oleh para pahlawan. Mungkin semua orang saat ini sedang mengagumi salah seorang oknum yang telah berhasil sesaat untuk memperkaya dirinya. Nama Gayus Halomoan Tambunan memang menjadi selebriti bagi semua orang, karena kepiawaiannya dalam merogoh kocek negara berjumlah triliunan rupiah. Dalam artian yang sebenarnya, dia telah mengkhianati bukan hanya negara Indonesia saja tetapi juga dirinya sendiri. Ketidak konsistenan dirinya dalam mempertahankan kompetensi dan kode etik profesinya telah membuat dirinya lupa daratan.
Dalam istilah lingkungan hidup, negara Indonesia terkenal dengan istilah “Lingkungan yang menjaga kita” sedangkan di negara maju lain istilah tersebut sebenarnya berbunyi “Kita yang menjaga lingkungan” sehingga terciptalah lingkungan yang asri hasil dari keikutsertaan masyarakat dalam mejaga lingkungan yang sangat berbeda dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Mungkin istilah tersebut bisa dipakai bagi profesi seorang akuntan khususnya konsultan pajak. Di Indonesia, “Profesi yang menjaga kita” sehingga kita seolah-olah bebas untuk melakukan apa saja yang berhubungan dengan sebuah profesi dan tanpa sadar kita melanggar kode etik yang ada di dalam profesi tersebut. Berbeda dengan negara maju lain yang diibaratkan mempunyai istilah “Kita yang menjaga profesi” sehingga mereka berusaha dengan totalitas yang mereka miliki untuk bersikap independen terhadap rayuan dari pihak lain demi menjaga kompetensi dan profesionalitas mereka.
Bila dilihat dari kasus yang menimpa Gayus Tambunan, mungkin hanya dia yang ter-expose ke masyarakat sedangkan masih banyak oknum lain yang sudah dari dulu melakukan praktek yang hampir sama seperti yang dilakukan oleh Gayus Tambunan.
Jika dilihat kembali pada dasar kode etik profesi yang seharusnya dimiliki oleh Gayus Tambunan, dia telah setidaknya melanggar tiga butir yang ada di dalam prinsip kelima (Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional) dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Butir tersebut yaitu butir ke satu, keempat dan kelima yang berbunyi :
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.
Seiring dengan berlalunya waktu dan berkembangnya zaman serta peradaban manusia yang demikian maju, bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia telah melupakan masa lalunya dan menatap masa depan untuk kemajuan bangsanya. Dalam hal yang demikian tersebut, terdapat persamaan bagi bangsa Eropa dan bangsa Jepang yang pernah menjajah Indonesia. Mereka melakukan penjajahan ke bangsa lain di masa lalu dan mengembangkan teknologi di masa kini mempunyai orientasi yang sama, yaitu demi kemakmuran bangsa dan warga negaranya.
Prinsip yang dipegang teguh oleh bangsa Eropa dan bangsa Jepang tersebut merupakan cermin dari konsistensi untuk warga negaranya yang dilandasi dengan etos yang bernama kompetensi sebab tanpa adanya kompetensi mereka tidak akan mungkin untuk berbuat demi warga negaranya, seperti menjajah negara lain. Sedangkan negara yang dijajah – dalam artian ini adalah Indonesia – tetap berjalan di tempat tanpa adanya perubahan menuju kemajuan. Dan pada saat ini yang menjadi batu sandungan untuk menuju kemajuan teknologi bukanlah bangsa lain yang ingin menjajah Indonesia, tetapi anak bangsa Indonesia sendiri yang mempunyai pandangan sempit mengenai eksistensi kehidupan sehingga mereka beranggapan bahwa kekayaan Indonesia harus mereka miliki tanpa memperdulikan sesama anak bangsa Indonesia yang lain.
Dalam menjalankan kegiatan sehari-harinya, sebuah profesi harus didukung dengan standar yang menjadi patokan agar profesi tersebut tidak melenceng dari pakem yang ada di dalam profesi tersebut. Salah satu standar dari suatu profesi yaitu seseorang harus memiliki standar kompetensi untuk menjalankan profesi.
Kompetensi yaitu kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu)(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991) ataupun bisa diartikan sebagai kewenangan untuk memutuskan atau bertindak (Drs. Ahmad A.K. Muda dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2006). Berarti di dalam kompetensi terdapat kewenangan bagi seseorang untuk menjalankan suatu profesi secara keseluruhan yang tetap dibatasi agar tidak keluar dari rule yang ditentukan oleh profesi.Di dalam tulisan ini lebih menitikberatkan kepada profesi dokter gigi yang mempunyai standar kompetensi yang dinamakan Standar Kompetensi Dokter Gigi dan profesi seorang akuntan yang mempunyai standar kompetensi yang dinamakan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Standar Kompetensi Dokter Gigi yang dimiliki oleh profesi dokter gigi telah ditetapkan pada pertemuan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tanggal 9 Maret 2006 dan telah disahkan oleh Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi. Sedangkan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, standar kompetensi yang dimiliki oleh seorang akuntan, ditetapkan dalam kongres IAI tahun 1998.
Isi yang terkandung di dalam Standar Kompetensi Dokter Gigi secara garis besarnya terdiri dari 6 domain yang terlihat di bawah ini :
1.Profesionalisme
2.Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
3.Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
4.Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
5.Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
6.Manajemen Praktik Kedokteran Gigi
Sedangkan isi dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dapat dibagi menjadi 8 prinsip utama seperti yang tertera di bawah ini :
1.Tanggung Jawab Profesi
2.Kepentingan Publik
3.Integritas
4.Obyektivitas
5.Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
6.Kerahasiaan
7.Perilaku Profesional
8.Standar Teknis
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa standar kompetensi dari profesi seorang akuntan mempunyai jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan standar kompetensi yang dimiliki oleh profesi dokter gigi.
Seorang dokter gigi memang berbeda dengan seorang akuntan bila dilihat dari profesi yang dijalankan, tetapi dalam hal penetapan standar kompetensi pastilah mempunyai persamaan, di samping mempunyai perbedaan. Karena suatu profesi pastilah menyangkut orang lain dan dalam hubungan dengan orang lain tersebut dibuatkan suatu ketetapan yang mengharuskan dan melarang suatu profesi untuk melakukan sesuatu.
Dari butir-butir yang ada di dalam standar kompetensi kedua profesi tersebut, didapatkan beberapa persamaan. Persamaan yang pertama yaitu antara kedua standar kompetensi tersebut mewajibkan profesi dijalankan secara professional. Hal tersebut sangatlah lazim dan merupakan suatu keharusan bagi suatu profesi agar tidak terjadi suatu malpraktek dalam profesi dokter gigi ataupun kecurangan dalam profesi akuntan. Persamaan tersebut didapatkan dari Standar Kompetensi Dokter Gigi Domain I (Profesionalisme) Butir 1.1.1 (Menerapkan etika kedokteran gigi secara professional) dengan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Prinsip 5 (Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional) Butir 1(Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan).
Persamaan yang kedua yaitu antara kedua profesi tersebut menjalankan profesinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, jika melebihi agar diserahkan kepada pihak lain yang lebih kompeten. Hal tersebut terlihat dari Standar Kompetensi Dokter Gigi Domain I (Profesionalisme) Butir 1.2.3 (Memperkirakan keterbatasan kemampuan diri untuk kepentingan rujukan) yang memliki persamaan dengan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Prinsip 5 (Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional) Butir 3 (Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten). Yang menarik di sini yaitu penggunaan istilah antara kedua profesi tersebut. Pada profesi dokter gigi menggunakan istilah “rujukan“ sedangkan pada profesi akuntan menggunakan istilah “menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten” yang sebenarnya antara kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang identik.
Persamaan yang ketiga adalah mengharuskan antara kedua profesi tersebut untuk terus mengikuti trend informasi terbaru dengan menggunakan teknologi yang paling mutakhir. Persamaan tersebut didapat dari Standar Kompetensi Dokter Gigi Domain I (Profesionalisme) Butir 2.1.1 (Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk mencari informasi yang sahih secara professional dari berbagai sumber) yang identik dengan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Prinsip 5 (Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional) Butir 2.b (Pemeliharaan Kompetensi Profesional. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan).
Selain persamaan yang dimiliki oleh kedua profesi tersebut, terdapat beberapa perbedaan yang potensial. Perbedaan yang pertama yaitu pada unsur penekanan kegiatan kedua profesi. Pada profesi Dokter Gigi lebih menekankan unsur manusiawi, sedangkan pada profesi Akuntan lebih menekankan pada unsur kehati-hatian. Hal ini memang pantas ditekankan karena pada profesi Dokter Gigi lebih sering berhubungan komunikasi dengan orang lain, yang berbeda dengan profesi Akuntan yang lebih sering berhubungan dengan data yang notabenenya bukan makhluk hidup. Penekanan ini terlihat pada Standar Kompetensi Dokter Gigi Domain I (Profesionalisme) Butir 1.2.1 (Memberikan pelayanan kedokteran gigi yang manusiawi dan komprehensif) yang berlawanan dengan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Prinsip 5 (Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional) Butir 5 (Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya).
Sedangkan perbedaan yang kedua yaitu dalam hal isu sentral secara keseluruhan pada standar kompetensi kedua profesi. Pada profesi Dokter Gigi , keanekaragaman sosial ekonomi, budaya, agama, dan ras menjadi isu sentral di profesi Dokter Gigi sehingga dilakukan pengaturan yang lebih spesifik sedangkan dalam profesi Akuntan hal tersebut bukanlah sebuah isu sentral sehingga tidak diatur di dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan tersebut terlihat di Standar Kompetensi Dokter Gigi Domain I (Profesionalisme) Butir 4.1.1 (Memahami adanya keanekaragaman sosial, ekonomi, budaya, agama, dan ras berdasarkan asal usul pasien). Di dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia memang tidak diatur secara spesifik mengenai hal tersebut, tetapi bukan berarti dalam Standar Kompetensi seorang Akuntan boleh membeda-bedakan klien berdasarkan keanekaragaman sosial, ekonomi, budaya, agama, dan ras. Dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia lebih mengedepankan aspek profesionalitas sehingga perbedaan yang ada pada diri klien tidak dibahas secara spesifik.
Demikian pembahasan mengenai kedua standar kompetensi yang dimiliki oleh profesi Dokter Gigi dengan profesi seorang Akuntan. Ternyata dari kegiatan keseharian kedua profesi di atas yang sangat berbeda bisa didapatkan beberapa persamaan yang menjadi acuan dari kedua profesi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 2 Cetakan 1. Jakarta: Balai Pustaka
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. 1998. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia
Muda, Ahmad A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Cetakan 1. Jakarta: Reality Publisher
Standar Kompetensi Dokter Gigi. 2006. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia
LAMPIRAN 1
KODE ETIK
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Pendahuluan
Pemberlakuan dan Komposisi
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PRINSIP ETlKA PROFESI
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Mukadimah
01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
auditor intern memberikan keyakinan ten tang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.
Prinsip Keenam - Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.
c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
01. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
LAMPIRAN 2
Kompetensi Dokter Gigi Indonesia terdiri dari Domain, Kompetensi Utama dan Kompetensi Penunjang dengan rincian sebagai berikut :
Domain I : Profesionalisme
Melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
1. Etik dan Jurisprudensi (C3,P5,A4)
1.1 Menerapkan etika kedokteran gigi serta hukum yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi secara profesional
1.1.1 Menerapkan etika kedokteran gigi secara profesional (C3, P3, A4)
1.1.2 Menjaga kerahasiaan profesi dalam hubungannya dengan teman sejawat, staf dan pasien (C3, P3, A3)
1.1.3 Membedakan hak dan kewajiban dokter dan pasien (C3, P3, A4)
1.2 Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kode etik
1.2.1 Memberikan pelayanan kedokteran gigi yang manusiawi dan komprehensif (C3, P5, A3).
1.2.2 Menjaga hubungan terbuka dan jujur serta saling menghargai dengan pasien, pendamping pasien dan sejawat (C3, P3, A3).
1.2.3 Memperkirakan keterbatasan kemampuan diri untuk kepentingan rujukan (C3, P3, A4).
1.3 Memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi.
1.3.1 Membedakan tanggung jawab administratif, pelanggaran etik, disiplin dan hukum yang diberlakukan bagi profesi Kedokteran Gigi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (C2, P1, A1)
1.3.2 Memahami peraturan dan perundangundangan yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi di Indonesia. (C2, P2, A2)
1.3.3 Mengetahui pemanfaatan jalur organisasi profesi.(C1, P2, A2)
2. Analisis informasi kesehatan secara kritis, ilmiah dan efektif (C4, P3, A3)
2.1 Menganalisis secara kritis kesahihan informasi
2.1.1 Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk mencari informasi yang sahih secaraprofesional dari berbagai sumber (C3, P3, A3).
2.1.2 Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk menilai informasi yang sahih secara profesional dari berbagai sumber (C3, P3, A3).
2.2 Mengelola informasi kesehatan secara ilmiah, efektif, sistematis dan komprehensif
2.2.1 Menyusun karya ilmiah sesuai dengan konsep, teori, dan kaidah penulisan ilmiah (C3, P3, A3).
2.2.2 Menyajikan karya ilmiah kesehatan secara lisan dan tertulis (C3, P3, A3).
2.3 Berfikir kritis dan alternatif dalam mengambil
keputusan.
2.3.1 Menyusun pemecahan masalah berdasarkan prioritas (C3, P3, A3).
2.3.2 Menilai kualitas produk dan teknologi kedokteran gigi (C4, P3, A3).
2.4 Menggunakan pendekatan evidence based dentistry dalam pengelolaan kesehatan gigi dan mulut.
2.4.1 Menapis sumber rujukan yang sahih untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanankesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3).
2.4.2 Menggunakan informasi kesehatan secara profesional untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3).
3. Komunikasi (C3, P3, A3)
3.1 Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi secara efektif dan bertanggung jawab baik secara lisan maupun tertulis dengan pasien, keluarga atau pendamping pasien serta masyarakat, teman sejawat dan profesi kesehatan lain yang terkait.
3.1.1 Berdialog dengan pasien dalam kedudukan yang setara (C3, P3, A3).
3.1.2 Bersikap empati terhadap pasien akan keluhan kesehatan gigi dan mulut yang mereka kemukakan (C3, P3, A3).
3.1.3 Menuliskan surat rujukan pasien kepada sejawat dan atau penyelenggara kesehatan lain jika diperlukan sesuai dengan standar proseduroperasional yang berlaku (C3, P3, A3).
3.1.4 Berdialog dengan teman sejawat, praktisi kesehatan, dan praktisi lain terkait (C3, P3, A3).
4. Hubungan sosio kultural dalam bidang kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3)
4.1 Mengelola dan menghargai pasien dengan keanekaragaman sosial, ekonomi, budaya, agama
dan ras melalui kerjasama dengan pasien dan berbagai fihak terkait untuk menunjang pelayanan
kesehatan gigi dan mulut yang bermutu.
4.1.1 Memahami adanya keanekaragaman sosial,
ekonomi, budaya, agama dan ras berdasarkan asal usul pasien (C2, P2, A2).
4.1.2 Memperlakukan pasien secara manusiawi tanpa membeda-bedakan satu sama lainnya (C3, P3, A3).
4.1.3 Bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk menunjang peningkatan kesehatan gigi dan mulut (C2, P3, A3).
Domain II : Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan ilmu kedokteran gigi.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
5. Ilmu Kedokteran Dasar (C3, P3, A4)
5.1 Mengintegrasikan ilmu pengetahuan biomedik yang relevan sebagai sumber keilmuan dan berbagai data penunjang untuk diagnosis dan tindakan medik kedokteran gigi
5.1.1 Mengintegrasikan ilmu biomedik yang relevan dengan bidang kedokteran gigi untuk menegakkan Diagnosis, menetapkan prognosis dan merencanakan tindakan medik Kedokteran Gigi(C3, P3, A4).
5.1.2 Menghubungkan morfologi makroskopis, mikroskospis dan topografi organ, jaringan penyusun sistem tubuh manusia secara terpadu, sebagai landasan pengetahuan untuk diagnosis , prognosis dan merencanakan tindakan medik kedokteran gigi (C3, P3, A4).
5.1.3 Memahami proses tumbuh kembang dentokraniofasial pranatal dan pascanatal (C2 ,P3, A3).
5.1.4 Memahami proses penyakit/ kelainan yang meliputi, infeksi, dan non infeksi (C2 , P2, A3).
5.1.5 Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan
asepsis (C2,P3, A3).
5.1.6 Memahami obat-obat yang digunakan untuk penyakit gigi dan mulut, termasuk efek samping dan interaksinya (C2, P3,A4).
5.1.7 Memahami penggunaan dan bahaya sinar X (C2, P3, A4).
6. Ilmu Kedokteran Klinik (C4, P3, A4)
6.1 Memahami ilmu kedokteran klinik yang relevan sebagai pertimbangan dalam melakukan
pera-watan gigi dan mulut pada pasien medik kompromis
6.1.1 Menghubungkan tatalaksana kedokteran klinik untuk mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognati (C4, P3, A4).
6.1.2 Memahami kelainan/penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut pada pasien medik kompromis (C2, P3, A4).
6.1.3 Memahami cara pengelolaan pasien dengan kelainan/penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut pada pasien medik terkompromis secara holistik dan komprehensif (C2, P2, A2 ).
6.1.4 Memahami cara merujuk pasien medik kompromis secara professional (C2, P3, A4).
7. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar (C4, P4, A4)
7.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi dasar mencakup: Biologi Oral, Bio- Material dan Teknologi Kedokteran Gigi untuk menunjang keteram-pilan preklinik dan klinik, serta penelitian bidang kedokteran gigi.
7.1.1 Memahami ilmu-ilmu kedokteran gigi dasar untuk pengembangan ilmu kedokteran gigi dasar dan klinik (C2, P4, A4).
7.1.2 Menganalisis hasil penelitian kedokteran gigi dasar yang berkaitan dengan kasus medik dental dan disiplin ilmu lain yang terkait (C4, P3, A4).
7.1.3 Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi dasar untuk menunjang keterampilan preklinik dan klinik, serta penelitian bidang kedokteran gigi, meliputi : Biologi Oral, Biomaterial Kedokteran Gigi, Radiologi Kedokteran Gigi (C2, P3, A4).
7.1.4 Merencanakan material kedokteran gigi yang akan digunakan dalam tindakan rekonstruksi untuk mengembalikan fungsi stomatognati yang optimal (C4, P3, A4).
7.1.5 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris dan radiografi intra oral dan ekstra oral untuk diagnosis kelainan dan penyakit pada sistem stomatognati (C2, P3, A4).
8. Ilmu Kedokteran Gigi Klinik (C4, P3, A4)
8.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi klinik sebagai dasar untuk melakukan pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yg efektif dan efisien
8.1.1 Memahami prinsip pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yang meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (C2, P3, A4).
8.1.2 Menghubungkan berbagai tatalaksana kedok-teran gigi klinik untuk membantu dalammemberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognatik (C4, P3, A4).
Domain III : Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
Melakukan pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
9. Pemeriksaan Pasien (C4, P3, A4)
9.1 Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan
sistem stomatognatik dengan mencatat infor-masi klinis, laboratoris, radiologis, psikologis dan sosial guna mengevaluasi kondisi medik pasien
9.1.1 Mengidentifikasi keluhan utama penyakit atau gangguan sistem stomatognatik (C1, P2, A2).
9.1.2 Menerapkan pemeriksaan komprehensif sistem stomatognatik dengan memperhatikan kondisi umum (C3, P3, A4).
9.1.3 Menentukan pemeriksaan penunjang laboratoris yang dibutuhkan (C4, P4, A4).
9.1.4 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris (C4, P3, A3).
9.1.5 Menentukan pemeriksaan penunjang radiologi intra oral dan ekstra oral yang dibutuhkan (C4, P4, A4).
9.1.6 Menghasilkan radiograf dengan alat foto sinar X intra oral (C3, P3, A3).
9.1.7 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan radiologi intra oral dan ekstra oral secara umum (C4, P3, A3).
9.1.8 Menganalisis kondisi fisik, psikologis dan sosial melalui pemeriksaan klinis (C4,P3,A3).
9.2 Mengenal dan mengelola perilaku pasien secara profesional
9.2.1 Menerapkan sikap saling menghargai dan saling percaya melalui komunikasi yang efektif dan efisien dengan pasien dan/atau pendamping pasien (C3,P2,A3).
9.2.2 Menganalisis perilaku pasien yang memerlukan perawatan khusus secara profesional (C4, P3 ,A4).
9.2.3 Mengidentifikasi kondisi psikologis dan sosial-ekonomi pasien berkaitan dengan penatalaksanaan lebih lanjut (C1,P4,A3).
9.3 Menggunakan rekam medik sebagai acuan dasar dalam melaksanakan perawatan gigi dan mulut
9.3.1 Membuat rekam medik secara akurat dan komprehensif (C1,P3,A4).
9.3.2 Mengelola rekam medik sebagai dokumen legal dengan baik (C3,P3,A4).
9.3.3 Merencanakan perawatan medik kedokteran gigi berdasarkan catatan medik yang tertulis pada rekam medik (C3,P3,A4).
10. Diagnosis (C4, P4, A4)
10.1 Menegakkan diagnosis dan menetapkan prognosis penyakit/ kelainan gigi dan mulut melalui interpretasi, analisis dan sintesis hasil pemeriksaan pasien
10.1.1 Menegakkan diagnosis sementara dan diagnosis kerja berdasarkan analisis hasil pemeriksaan riwayat penyakit, temuan klinis, temuan laboratoris, temuan radiografis, dan temuan alat bantu yang lain (C4, P4, A4).
10.1.2 Memastikan lokasi, perluasan, etiologi karies dan kelainan periodontal serta kerusakannya
(C4, P3, A4).
10.1.3 Membedakan antara pulpa yang sehat dan tidak sehat (C4, P4, A4).
10.1.4 Membedakan antara jaringan periodontal yang sehat dan tidak sehat (C4,P4,A4).
10.1.5 Memastikan penyimpangan dalam proses tumbuh kembang yang mengakibatkan maloklusi (C3, P4, A3).
10.1.6 Menjelaskan kondisi, kelainan, penyakit dan
fungsi kelenjar saliva (C2, P3, A4).
10.1.7 Menjelaskan gambaran klinis prosesenyakit
pada mukosa mulut akibat inflamasi, gangguan imunologi, metabolit dan neoplastik (C2, P3, A4).
10.1.8 Menjelaskan keadaan kehilangan gigi yang
memerlukan tindakan rehabilitatif(C2, P3, A4).
10.1.9 Menjelaskan keadaan akibat kelainan oklusal dan gangguan fungsi mastikasi dan kondisi
10.1.11 Menjelaskan hubungan kebiasaan buruk pasien dengan adanya kelainan oromaksilofasial (C2,P3,A2).
10.1.12 Membedakan kelainan dental, skeletal atau
fasial yang berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang, fungsi dan estetik (C4,P4,A4).
10.1.13 Memastikan adanya manifestasi penyakit
sistemik pada rongga mulut (C4, P3, A4).
10.1.14 Menganalisis dan menentukan derajat risiko penyakit rongga mulut dalam segala usia guna menetapkan prognosis (C2,P3,A2).
10.1.15 Memastikan kelainan kongenital dan herediter dalam rongga mulut (C3,P4,A3).
11. Rencana Perawatan (C4, P3, A3)
11.1 Mengembangkan, mempresentasi kan dan
mendiskusikan rencana perawatan yang didasarkan
pada kondisi, kepentingan dan kemampuan pasien
11.1.1 Menganalisis derajat risiko penyakit gigi dan
mulut (C4,P3,A2).
11.1.2 M e r e n c a n a k a n p e n g e l o l a a n ketidaknyamanan dan kecemasan pasien yang berkaitan dengan pelaksanaan perawatan (C3,P3,A3).
11.1.3 Merencanakan pelayanan preventif berdasarkan analisis risiko penyakit (C3,P3,A3).
11.1.4 Merencanakan perawatan dengan memperhatikan kondisi sistemik pasien (C3,P3,A3).
11.1.5 Mengembangkan rencana perawatan yang
komprehensif dan rasional berdasarkan diagnosis (C3,P3,A3).
11.1.6 Menjelaskan temuan, diagnosis dan perawatan pilihan, ketidak nyamanan dan resiko perawatan untuk mendapat persetujuan melakukan perawatan (C2,P3,A3).
11.1.7 Menjelaskan tanggung jawab pasien, waktu
yang dibutuhkan, langkah-langkah perawatan, dan perkiraan biaya perawatan (C2,P2,A3).
11.1.8 Bekerjasama dengan profesi lain untuk merencanakan perawatan yang akurat (C4,P3,A3).
11.2 Menentukan rujukan yang sesuai
11.2.1 Membuat surat rujukan kepada spesialis bidang lain terkait dengan penyakit/ kelainan pasien (C3,P3,A3).
11.2.2 Mampu melakukan rujukan kepada yang
lebih kompeten sesuai dengan bidang terkait (C3,P3,A3).
Domain IV : Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
Melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
12. Pengelolaan Sakit dan Kecemasan (C4, P4, A4)
12.1 Mengendalikan rasa sakit dan kecemasan
pasien disertai sikap empati.
12.1.1 Meresepkan obat-obatan secara benar dan
rasional (C3,P3,A3).
12.1.2 Mengatasi rasa sakit, rasa takut dan ansietas
dengan pendekatan farmakologik dan non farmakologik (C3,P3,A3).
12.1.3 Menggunakan anastesi lokal untuk mengendalikan rasa sakit (control of pain) untuk prosedur restorasi dan bedah (C4,P4,A4).
13. Tindakan Medik Kedokteran Gigi (C4, P5, A4)
13.1 Melakukan perawatan konservasi gigi sulung dan permanen yang sederhana.
13.1.1 Mempersiapkan gigi yang akan di restorasi
sesuai dengan indikasi anatomi, fungsi dan estetik (C3,P3,A3).
13.1.2 Mengisolasi gigi-geligi dari saliva dan bakteri (C3,P4,A3).
13.1.3 Membuang jaringan karies dengan mempertahankan vitalitas pulpa pada gigi sulung dan permanen (C3,P4,A3).
13.1.4 Memilih jenis restorasi pasca perawatan saluran akar yang sesuai dengan indikasinya (C3, P3, A4).
13.1.5 Membuat restorasi dengan bahan-bahan restorasi yang sesuai indikasi pada gigi sulung dan permanen (C4,P4,A4).
13.1.6 Maempertahankan vitalitas pulpa dengan obat-obatan dan bahan kedokteran gigi pada gigisulung dan permanen yang vital dan non vital (C3,P3,A3).
13.1.7 Melakukan perawatan saluran akar pada
gigi sulung dan permanen yang vital dan non vital (C3,P3,A3).
13.1.8 Menindaklanjuti hasil perawatan saluran akar (C3,P3,A4).
13.2 Melakukan perawatan penyakit/kelainan periodontal
13.2.1 Melakukan perawatan awal penyakit/ kelainan periodontal (C4,P4,A4).
13.2.2 Mengendalikan faktor etiologi sekunder pada kelainan periodontal (C3,P3,A3).
13.2.3 Melakukan prosedur kuretase, flep operasi,
dan ginggivektomi sederhana pada kasus kelainan periodontal dengan kerusakan tulang mencapai tidak lebih dari sepertiga akar bagian koronal (C3,P3,A3).
13.2.4 Menindaklanjuti hasil perawatan dan pemeliharaan jaringan periodonsium (C3,P3,A3).
13.3 Melakukan perawatan ortodonsia pada pasien
anak dan dewasa
13.3.1 Melakukan pencegahan maloklusi dental (C3,P4,A3).
13.3.2 Memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil perawatan (C3,P4,A3).
13.3.3 Melakukan perawatan maloklusi dental (C3,P4,A4).
13.4 Melakukan perawatan bedah sederhana pada
jaringan keras dan lunak mulut
13.4.1 Melakukan pencabutan gigi sulung dan permanen (C4,P5,A4).
13.4.2 Melakukan bedah minor sederhana pada jaringan lunak dan keras.(C4,P5,A4)
13.4.3 Melakukan tindakan bedah preprostetik
sederhana (C4,P5,A4).
13.4.4 Menanggulangi komplikasi pasca bedah
minor (C4,P5,A4).
13.5 Melakukan perawatan nonbedah pada lesi
jaringan lunak mulut
13.5.1 Mengelola lesi-lesi jaringan lunak mulut
yang sederhana (C4,P4,A4).
13.5.2 Memelihara kesehatan jaringan lunak mulut
pada pasien dengan kompromis medik ringan (C4,P4,A4).
13.6 Melakukan perawatan kelainan sendi temporoman dibular dan oklusi dental
13.6.1 Melakukan terapi kelainan oklusi dental
yang sederhana (C3,P3,A3).
13.6.2 Melakukan perawatan kelainan oklusi dengan coronoplasty (C4,P4,A4).
13.7.1 Melakukan perawatan kasus gigi tiruan cekat, gigi tiruan sebagian, gigi tiruan penuh sederhana (C3,A3,P3).
13.7.2 Memilih gigi penyangga untuk pembuatan
gigi tiruan tetap dan lepasan (C4,P3,A4).
13.7.3 Menanggulangi masalah-masalah pasca
pemasangan gigi tiruan (C3,P3,A3).
13.8 Mengelola kegawatdarura tan di bidang kedokteran gigi.
13.8.1 Mengelola kegawatdaruratan gigi dan mulut
berbagai usia (C3,P3,A3).
13.8.2 Mengelola kegawatdaruratan akibat penggunaan obat (C3,P3,A3).
13.8.3 Mengelola kegawatdaruratan akibat trauma
di rongga mulut pada pasien segala tingkatan usia (C3,P3, A3).
13.8.4 Melakukan tindakan darurat medik kedokteran gigi (C3,P3,A3).
13.9 Bekerja dalam tim secara efektif dan efisien untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang prima
13.9.1 Bekerja sama secara terintegrasi diantara berbagai bidang ilmu kedokteran gigi dalam melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulutyang prima (C3,P3,A3).
13.9.2 Melaksanakan kerjasama dalam tim secara
professional (C3,P3,A3).
13.9.3 Melakukan rujukan kepada sejawat yang
lebih kompeten secara interdisiplin dan intradisiplin (C3,P3,A3).
Domain V : Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
Menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
14. Melakukan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat (C4, P3, A4)
14.1 Mendiagnosis masalah kesehatan gigi dan mulut masyarakat
14.1.1 Menilai Kesehatan Gigi dan mulut masyarakat dengan menggunakan data hasil survei, data epidemiologi & evidencebased dentistry (C4,P3,A3).
14.1.2 Mengidentifikasi faktor risiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan gigi dan mulut
masyarakat (C1,P3,A3).
14.1.3 Merencanakan program kesehatan gigi dan
mulut masyarakat berdasarkan prioritas masalah (C4,P3,A4).
14.2 Melakukan upaya promotif dan preventif pada
masyarakat
14.2.1 Mengkomunikasikan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3,P3,A3).
14.2.2 Menerapkan strategi promotif dan preventif
kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3,P3,A3).
14.2.3 Menganalisis program kesehatan gigi dan
mulut masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3).
14.3 Mengupayakan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat
14.3.1 Memahami penggunaan / pemanfaatan
teknologi informasi untuk program kesehatan gigidan mulut masyarakat(C2,P2,A2).
14.3.2 Memahami penggunaan teknologi informasi
untuk penelusuran informasi dan sumber belajar di bidang kesehatan gigi masyarakat (C2,P2,A2).
14.3.3 Memahami penggunaan teknologi informasi
untuk pengumpulan dan pengolahan data di bidang kesehatan gigi masyarakat (C2,P2,A2).
14.4 Bekerja dalam tim serta membuat jejaring kerja (networking) yang efektif dan efisien dalam
usaha menuju kese-hatan gigi dan mulut yang
optimal
14.4.1 Melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan dan masyarakat, dalam upaya mencapai kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang optimal (C3,P3,A3).
14.4.2 Melaksanakan jejaring kerja dalam pelaksanaan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3,P3,A3).
14.4.3 Melakukan kerjasama dan jejaring kerja
dengan masyarakat, dan instansi terkait dalam upaya pemberdayaan masyarakat (C3,P3,A3).
15. Manajemen Perilaku (C4, P3, A3)
15.1 Memahami konsep perilaku kesehatan individu dan masyarakat di bidang kedokteran gigi
15.1.1 Mengidentifikasi perilaku kesehatan individu, keluarga dan masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut (C1, P3, A3).
15.1.2 Memotivasi perilaku hidup sehat individu,
keluarga dan masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3).
15.1.3 Menerapkan metoda pendekatan untuk
mengubah perilaku kesehatan gigi dan mulut individu serta masyarakat. (C3, P3, A3).
15.1.4 Membuat penilaian perubahan perilaku
kesehatan gigi dan mulut individu serta masyarakat (C4, P3, A3).
15.1.5 Mampu menjabarkan upaya mengubah
kebiasaan masyarakat dari berorientasi kuratif menjadi preventif (C2, P3, A3).
Domain VI : Manajemen Praktik Kedokteran Gigi
Menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik KG
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
16. Manajemen Praktik dan Lingkungan Kerja (C3, P3, A3)
16.1 Menata manajemen praktik serta tatalaksana
lingkungan kerja praktik kedokteran gigi
16.1.1 Memahami manajemen praktik dan tatalaksana se-suai standar pelayanan kedokteran gigi (C2, P3, A3).
16.1.2 Membuat perencanaan praktek kedokteran
gigi yang efektif dan efisien (C3, P3, A3).
16.1.3 Menjelaskan pengorganisasian dalam menjalankan praktek (C2,P3,A 3).
16.1.4 Menjelaskan cara memantau dan mengevaluasi praktek (C2, P3, A3).
16.2 Menata lingkungan kerja kedokteran gigi secara ergonomik dan prinsip keselamatan kerja
16.2.1 Menjelaskan lingkungan kerja yang sehat
sesuai dengan prinsip ergonomic (C2,P3,A3).
16.2.2 Menerapkan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (C3, P3, A3).
16.2.3 Mengelola dampak praktik terhadap lingkungan sekitar (C3, P3, A3).
16.3 Menerapkan prinsip dasar pengelolaan praktik dan hubungannya dengan aspek sosial
16.3.1 Melakukan prosedur perawatan gigi yang
tepat bersama-sama dengan tenaga medis lainnya (C3, P3, A3).
16.3.2 Melakukan komunikasi secara efektif dan
bertanggung jawab secara lisan maupun tulisan dengan tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat (C3, P3, A3).